ARTICLE AD BOX
Kematian Affan Kurniawan, pemuda berumur 21 tahun, bukan sekadar hilangnya nyawa warga negara. Ia adalah bukti kegagalan sistemik pemerintah melindungi rakyat, baik dari segi pendidikan, pekerjaan, hingga keamanan.
Affan berhenti sekolah karena ketiadaan biaya, lalu menarik ojek online akibat minimnya lapangan kerja, hingga nyawanya melayang dilindas aparat negara. Sungguh ironi dibanding kehidupan anggota Dewan yang nyaman dengan segala tunjangan.
***
Pengeras suara Masjid Jami Al-Falah menembus keheningan pagi buta di kawasan padat penduduk, Jalan Tayu, Dukuh Atas, Jakarta Pusat. Kabar duka disebar pengurus masjid. Salah satu pemuda di lingkungan mereka, Affan Kurniawan, meninggal dunia semalam.
Affan bersama tujuh anggota keluarganya sehari-hari tinggal di kontrakan berukuran 33 meter persegi di sebuah gang di dalam Jl. Tayu. Sudah 11 tahun mereka menetap di sana sejak merantau, meninggalkan kampung halaman di Tanjung Karang, Lampung.
Sempat mengenyam pendidikan hingga SMP, Affan putus sekolah saat SMA karena masalah biaya. Orang tuanya hanya kerja serabutan. Dengan kondisi ekonomi terimpit, Affan memutuskan bekerja sedari dini.

Ia sempat menjadi petugas keamanan sekitar dua tahun, sebelum kemudian menjadi pengemudi ojek online (ojol) dengan sepeda motor yang ia beli secara kredit.
Sejak saat itulah Affan menjadi tumpuan keluarga. Ia ikut membiayai sekolah adiknya yang kini duduk di bangku SMP. Ia bermimpi ingin membeli rumah di kampung halaman u...