Dari Garam Jadi Energi

8 jam yang lalu 3
ARTICLE AD BOX
 ShutterstockIlustrasi garam farmasi atau NaCl. Foto: Shutterstock

Indonesia. Negeri matahari yang tak pernah lelah bersinar sepanjang tahun. Tapi ironisnya, kurang dari 1% potensi tenaga surya kita benar-benar dimanfaatkan.

Angin bertiup deras dari pesisir selatan Jawa hingga pegunungan Nusa Tenggara, tapi kontribusinya dalam bauran energi nasional? Hanya 0,2%. Jauh tertinggal dari rata-rata dunia yang sudah melampaui 10%.

Di banyak pelosok desa, listrik masih menjadi kemewahan. Malam hanya diterangi beberapa jam cahaya, sisanya gelap—bukan karena bangsa ini tak punya mimpi, tapi karena teknologi penyimpanan energi masih terlalu mahal, terlalu rumit, dan terlalu bergantung pada rantai pasok dunia yang mudah goyah.

Dan kita terus mengejar hal yang sama. Nikel lagi, nikel lagi. Seolah masa depan hanya bisa dibangun dari satu logam, satu arah, satu narasi.

Kini bayangkan skenario lain. Baterai yang dibuat dari bahan sederhana seperti garam, diproduksi secara lokal, murah, aman, dan cukup kuat untuk menyimpan tenaga matahari seharian penuh. Teknologi ini bukan khayalan. Ia sudah ada, dan namanya adalah baterai sodium-ion.

Baterai Sodium: Peluang Kedua yang Tak Boleh Disia-siakan

 studiomiracle/ShutterstockIlustrasi baterai Foto: studiomiracle/Shutterstock

Indonesia terlihat sedang berpacu membangun ekosistem kendaraan listrik nasional. Fokusnya besar: lithium dan nikel. Dua logam yang katanya "emas baru." Kita bangga sebagai pemilik salah satu cadangan nikel terbesar dunia, dan kini sibuk membangun industri baterai dari hulu ke hilir.

Tapi di balik gemerlap i...

Baca Selengkapnya