ARTICLE AD BOX

Kekerasan terhadap perempuan dan anak masih kerap terjadi di Indonesi. Meskipun zaman sudah semakin modern, tapi prinsip-prinsip kesetaraan gender masih belum bisa dipahami bahkan diterapkan secara menyeluruh oleh masyarakat.
Menurut data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI) PPA, per 3 Juli 2025 tercatat ada 14.039 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Mirisnya, angka ini naik drastis lebih dari 2.000 laporan hanya dalam kurun waktu 17 hari terakhir.
Melihat kondisi ini, Kemenko PMK ingin melakukan sebuah komitmen untuk memperkuat perlindungan perempuan dan anak melalui kebijakan lintas sektor, yakni bersama kementerian PPPA.
Sebab Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifatul Choiri Fauzi, menegaskan bahwa angka itu menjadi sinyal keadaan darurat bagi negara ini. “Ini bukan sekadar angka. Ini adalah keadaan darurat nasional yang harus kita tangani bersama secara luar biasa,” ujar Arifatul dalam keterangan resmi Kemenko PMK, Kamis (10/7).
Adapun langkah yang diambil Kemenko PMK dan Kemenpppa yakni penyusunan Instruksi Presiden (Inpres) tentang gerakan Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak (GN-AKPA). Sebelumnya, pemerintah juga telah memiliki Gerakan Nasional Anti Kejahatan Seksual terhadap Anak (GN-AKSA).
Namun, dalam menyikapi tingginya angka kekerasan yang juga menimpa perempuan, ruang lingkup kebijakan kini diperluas menjadi GN-AKPA agar bisa memberikan perlindungan lebih menyeluruh.