ARTICLE AD BOX

Olahraga padel kini tengah menjadi tren di kalangan masyarakat urban. Tingginya minat menyebabkan antrean penyewaan lapangan kian panjang, bahkan dengan biaya sewa yang cukup tinggi. Namun, belakangan muncul pertanyaan di masyarakat, mengapa bermain padel dikenai pajak hiburan?
Pemungutan pajak atas olahraga padel sebenarnya bukan hal baru. Pajak atas kegiatan hiburan sudah diberlakukan sejak lama melalui Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997. Pajak daerah, termasuk pajak hiburan, merupakan bentuk kontribusi warga negara dalam membiayai pembangunan dan pelayanan publik.
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, hiburan mencakup segala bentuk tontonan, pertunjukan, permainan, dan keramaian yang dikenakan biaya. Objek pajaknya antara lain: pertunjukan seni, film, musik, diskotek, permainan biliar, pusat kebugaran, hingga pertandingan olahraga.
Lewat Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 13 Tahun 2010 yang telah diperbarui melalui Perda Nomor 3 Tahun 2015, menyebutkan olahraga seperti renang, tenis, squash, dan futsal sebagai objek pajak hiburan. Dengan kata lain, pemajakan terhadap olahraga permainan telah berlangsung cukup lama dan berjalan tanpa polemik.
Perubahan kemudian hadir melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Regulasi ini memperkenalkan klasifikasi baru dalam perpajakan daerah, yakni Pajak atas Barang dan Jasa Tertentu (PBJT).
Salah satu objek PBJT adalah jasa kesenian dan hiburan, termasuk olahraga permainan yang dilakukan di ruang atau tempat khusus dan menggunakan peralatan tertentu.
...