ARTICLE AD BOX

Menjelang berakhirnya masa penundaan tarif resiprokal, Amerika Serikat (AS) mulai memberlakukan tarif terhadap sejumlah negara mitra dagangnya.
Salah satunya Vietnam, yang berhasil terhindar dari tarif dagang sebesar 46 persen yang semula direncanakan Presiden AS Donald Trump. Setelah beberapa pekan negosiasi, tarif diturunkan menjadi 20 persen usai Trump berbicara dengan Sekjen Partai Komunis Vietnam, To Lam.
Mengenai kemungkinan berapa tarif yang akan dikenakan AS terhadap Indonesia, Ekonom dari CORE Yusuf Rendy Manilet menyatakan, jika lebih tinggi dari Vietnam, misalnya mencapai atau bahkan melebihi 32 persen, maka daya saing produk Indonesia di pasar AS akan terpukul. Ia menyebut, peluang Indonesia sangat tergantung pada seberapa besar tarif yang akan dikenakan ke depan.
“Dalam kondisi itu (Indonesia kena tarif besar), justru negara lain seperti Bangladesh atau Meksiko bisa mengambil alih pasar tersebut. Dengan tenggat waktu dan dinamika perdagangan internasional yang cepat berubah, pemerintah Indonesia harus segera bertindak strategis,” sebut Yusuf saat dihubungi kumparan, Minggu (6/7).
Salah satu usulannya adalah memperkuat diplomasi bilateral dengan AS dan membuka peluang kerja sama di sektor-sektor strategis. “Indonesia bisa menawarkan akses pasar tertentu, misalnya di sektor digital, pertanian, atau jasa, sebagai imbal balik untuk penurunan tarif b...