ARTICLE AD BOX

Di kaki Gunung Ciremai, di sebuah desa kecil bernama Cibeureum, Kecamatan Cilimus, Kabupaten Kuningan, tumbuh semangat besar dari seorang perempuan yang tak hanya menyeduh kopi, tapi juga meracik masa depan komunitasnya: Titi Nuryati, 34 tahun.
Awalnya, tak ada niat besar untuk menjadi pelaku utama di dunia kopi. Semua berawal secara tak sengaja dari sebuah festival seni internasional bernama Jagakali Art Festival di Cirebon.
Titi terlibat sebagai relawan logistik, dan saat itu membawa 10 kilogram kopi dari desanya untuk dibagikan ke peserta festival.
Tak disangka, aroma dan rasa kopi itu menarik perhatian peserta, salah satunya Mama Patih dari Keraton Kanoman, yang kemudian menyarankan untuk membuat merek sendiri.
Itulah titik baliknya. Saran dari Mama Patih menjadi pemantik semangat. Titi mulai belajar soal pengolahan kopi dari nol.
Awal Mula 'Sekarwangi'

Titi rajin berdiskusi dengan barista dan petani lain, bahkan menjalin relasi dengan para prosesor kopi dari Lampung, Kerinci, hingga Solok. Semua dilakukan dengan semangat otodidak dan gotong-royong.