ARTICLE AD BOX

Ekspor minyak sawit Indonesia ke Amerika Serikat (AS) kemungkinan bakal turun imbas tarif sebesar 32 persen yang diberlakukan pada 1 Agustus 2025.
Malaysia sebagai produsen minyak kelapa sawit terbesar kedua dinilai berpotensi mendapatkan pangsa pasar atas situasi ini.
Dikutip dari Reuters, Indonesia dan Malaysia merupakan produsen minyak sawit terbesar di dunia, tetapi Indonesia sejauh ini merupakan pemasok terbesar ke AS, menyumbang 85 persen dari total impornya tahun lalu.
Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Hadi Sugeng menyebutkan jika tarif baru tersebut berlaku, hal itu dapat menyebabkan penurunan pengiriman minyak sawit Indonesia ke AS sebesar 15-20 persen.
“Daya saing minyak sawit akan menurun terhadap minyak nabati lain seperti minyak kedelai dan minyak lobak, terutama jika negara pengekspor minyak nabati ini menerima tarif yang lebih rendah,” katanya, dikutip Rabu (9/7).
Hadi menuturkan secara keseluruhan, Indonesia mengekspor 29,5 juta ton produk minyak sawit pada tahun 2024. Ekspor ke AS rata-rata 2,25 juta metrik ton per tahun selama tiga tahun terakhir.
Sementara itu, minyak sawit Malaysia menghadapi tarif yang lebih rendah dari Indonesia yakni sebesar 25 persen, yang memberikan keuntungan bagi produsen dibandingkan dengan mitra mereka di Indonesia.
Menteri perkebunan dan komoditas Malaysia Johari Abdul Ghani mengatakan importir AS harus menanggung biaya tarif tambahan atas minyak sawit.
Dia mengatakan tidak ada alternatif untuk minyak sawit di AS karena kedelai tidak dapat diubah menjadi oleokimia, produk berbasis tanaman yang digunakan dalam pasta gigi dan deterjen.
"Menurut saya ini bukan persaingan. Kalau mereka mengenakan biaya 25 persen, pada akhirnya ora...