ARTICLE AD BOX

HiPontianak - Lilis, warga Dusun Sungai Limau, Kecamatan Batu Ampar, bekerja sehari-hari sebagai petani arang untuk menghidupi keluarganya. Terutama untuk pengobatan anaknya, penyandang Talasemia. Setiap bulan ia harus membawa anaknya untuk transfusi darah.
“Saat ini tidak ada aktivitas (produksi arang bakau) di 3 dusun di Batu Ampar ini. Mungkin saat ini, bisa dikatakan (warga jadi) banyak utang. Arang ini adalah sumber kehidupan kami. Ini anak saya seorang anak talasemia, yang perlu biaya. Setiap bulan harus transfusi darah ke Rumah Sakit Sudarso. Ke sana itu perlu biaya. Ya itu hasil dari saya jadi petani arang,” jelasnya di Kantor Desa Batu Ampar, Senin 7 Juli 2025.
Ketika harus ditutup atau stop produksi, maka penghasilan sehari-hari mereka juga tidak ada. Dengan upah sebesar Rp 65 ribu perhari, mereka bisa mencukupi untuk menutupi kebutuhannya. “Arang bakau itu sangat penting bagi kami. Mungkin sekitar ada 3.000 jiwa yang tergantung dengan arang bakau ini,” tambahnya.
Ia meminta agar arang bakau tersebut tetap lanjut untuk diproduksi. Sebab mata pencarian warga di sana sebagian besar adalah petani arang.
“Jadi kami mohon kepada yang di atas, bantu kami, agar kami bisa tetap lanjutkan produksi. Kami sebagai petani arang jangan disetop seperti ini, kami mau makan apa? Terutama untuk anak saya dan anak-anak yang lainnya, mau makan apa? Kalau ini ditutup, sekolah mau pakai biaya apa? Ataukah kami harus menjadi gelandangan? Apakah kami harus mencuri di kampung kami sendiri,” pungkasnya.