NU: Memori Masa Kecil dan Kenyataan Hari Ini

2 minggu yang lalu 9
ARTICLE AD BOX
Bendera Nahdlatul Ulama | Unsplash.comBendera Nahdlatul Ulama | Unsplash.com

Saya tidak tahu banyak tentang Nahdlatul Ulama (NU), saya juga tidak berani mengatakan diri saya seorang Nahdliyin. Saya hanya orang yang kebetulan lahir dan besar di lingkungan yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai NU.

Sedari saya kecil, NU sangat lekat di ingatan saya, simbol-simbol NU menghiasi dinding rumah begitu pula kalender yang menampilkan foto tokoh-tokoh besar NU yang penuh keteduhan dan karismatik adalah pemandangan yang saya saksikan tiap tahunnya. Di meja ruang tamu, cukup sering saya melihat lipatan kertas undangan yang memuat logo NU. Di langgar tempat saya mengaji, simbol-simbol NU pun tak pernah luput dari pandangan mata saya. Setidaknya sekali dalam seminggu saya terbiasa mengantarkan ibu saya ke pengajian ibu-ibu muslimat.

Maka tak mengherankan jika pada akhirnya warna hijau khas NU itu menjadi salah satu warna yang cukup menyita perhatian saya.

Demikian hebatnya NU hingga saya sempat mengira NU adalah sebuah agama. Sampai pada akhirnya saya mulai mengerti bahwa NU merupakan organisasi islam yang begitu besar, memiliki kepengurusan dari tingkat paling bawah hingga pusat, dari Pengurus Anak Ranting hingga Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).

Memori masa kecil yang terusik

Berita yang berseliweran hari-hari ini tentang NU rasanya cukup mengusik memori masa kecil saya.

Dalam ingatan saya, NU tidak sekadar sebuah organisasi, lebih dari itu NU merupakan cara berpikir, berperilaku, dan bertindak. Betapa sering saya mendengar nasihat dari orang tua dan guru yang didasarkan pada nilai-nilai dan pandangan NU. NU yang saya dengar di masa kecil saya rasanya cukup sederhana dan berfokus pada upaya untuk menuntun umat ke jalan yang sesuai dengan ajaran islam berla...

Baca Selengkapnya