ARTICLE AD BOX

Ketegangan geopolitik yang meningkat tajam akibat serangan Amerika Serikat terhadap fasilitas nuklir Iran mengirimkan gelombang kecemasan ke pasar global. Dalam situasi seperti ini, pelaku pasar cenderung mengalihkan aset ke instrumen lindung nilai seperti emas dan dolar AS, sementara pasar negara berkembang seperti Indonesia rentan terhadap tekanan.
Salah satu dampak paling cepat terasa adalah perubahan nilai tukar rupiah. Ketika risiko global meningkat, investor asing biasanya menarik dana dari pasar negara berkembang dan memindahkannya ke aset safe haven. Tekanan ini menyebabkan rupiah berpotensi melemah lebih dalam terhadap dolar AS, terutama jika eskalasi konflik berlangsung lama dan melibatkan kekuatan militer besar seperti AS dan sekutunya.
Ekonom CORE Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, menjelaskan lonjakan permintaan dolar bisa memicu pelarian modal yang menekan nilai tukar rupiah dan memperbesar tekanan inflasi dalam negeri.
“Saat permintaan dolar naik dan investor menarik dana dari Indonesia, rupiah tertekan. Pelemahan ini bisa memperparah tekanan inflasi karena biaya impor ikut meningkat, terutama untuk barang-barang strategis seperti pangan dan energi,” ujar Yusuf kepada kumparan, Minggu (22/6).
Yusuf menilai, situasi ini menjadi dilema bagi Bank Indonesia. Di satu sisi, BI perlu menjaga stabilitas rupiah ...