Senandung Pandri si Pengamen Lampu Merah: Royalti Jangan Sasar Orang Kecil

2 jam yang lalu 3
ARTICLE AD BOX
 Rayyan Farhansyah/kumparanPandri Pengamen di Jalan Raya Pos Pengumben. Foto: Rayyan Farhansyah/kumparan

Sabtu malam, di perempatan Jalan Pos Pengumben Raya, Jakarta Barat. Seorang pria berkaus hitam berdiri di antara deretan motor yang berhenti. Suaranya tak ragu menantang deru mesin kendaraan yang berhenti sejenak. Lagu dari 'Last Child' ia bawakan, diiring dengan petikan gitar sederhana.

Pria itu bernama Pandri (35). Ia mengaku mulai mengamen di titik ini sejak masa pandemi COVID-19. Sebelumnya, ia sempat bernyanyi di kafe-kafe daerah Tangerang. Namun, pandemi membuat panggung kecilnya di kafe hilang.

“Pas COVID kan emang warung-warung kayak cafe gitu kan nggak boleh. Mau nggak mau biar terus berjalan ya gua di lampu merah,” ujarnya saat ditemui, Sabtu (9/8).

Pandri tidak hanya mengamen. Sehari-hari, ia berjualan kopi keliling. Usai menjajakan kopi dari siang hingga sore, ia baru mengamen di lampu merah.

“Kerja dulu, iya buat tambahan. Jualan kopi, jam kerja gua abis, baru gua mulai ngamen,” katanya.

Pandri mengaku, pendapatannya dari ngamen tak menentu.

“Nggak bisa dipatokin. Kalo bisa dipatokin mah ya enak lah, gua ngapain gawe dong kalo dipatokin,” selorohnya.

Meski begitu, ia mengaku cukup lumayan untuk menutup kebutuhan harian.

Belakangan, Pandri ikut menanggapi soal isu royalti lagu yang tengah hangat dibicarakan, termasuk kewajiban membayar royalti bagi tempat yang memutar musik. Isu itu ia ketahui pertama kali dari unggahan musisi Arman Maulana.

“Dia posting tuh, jangan takut untuk pihak kafe tuh jangan takut menyetel lagu-lagu kami. Emang bener adanya royalti cuma nggak usah takut,” katanya.

Pandri menilai penerapan royalti sebaiknya melihat skala pendapatan pelaku usaha atau musisi yang m...

Baca Selengkapnya