ARTICLE AD BOX

Universitas ‘Aisyiyah (Unisa) Yogyakarta menggelar kampanye pencegahan judi online (judol) lewat Seminar & Awarding Ajang Kreativitas Mahasiswa Ilmu Komunikasi (Antariksa) 2025 ‘Stop Clicking, Start Living’, di Hall Baroroh Baried Unisa Yogyakarta, Sabtu (19/7) lalu. Sejumlah narasumber mengungkap data dan dampak nyata dari bahaya judol yang menyasar semua kalangan, termasuk anak usia sekolah.
Psikolog Rumah Sakit Islam Yogyakarta Persaudaraan Djamaah Hadji Indonesia (RSIY PDHI), Cania Mutia, menyebut bahwa adiksi judol dapat menyerupai kecanduan narkoba. Menurutnya, perjudian termasuk gangguan adiktif mirip dengan orang yang adiktif zat pada narkoba. Judi menyebabkan gejala psikologis yang disebut gambling disorders berupa gangguan emosi dan perilaku, dapat menyebabkan gangguan terhadap kesehatan mental serta mempengaruhi kehidupan sehari-hari.
“Mungkin kelihatan sedikit, tapi sangat banyak. Mati satu tumbuh seribu. Judol pinjol ini masalah pengenalan diri,” ujar Cania saat acara, dikutip Pandangan Jogja pada Rabu (23/7).
Ia menjelaskan, adiksi judi umumnya berkembang dalam empat tahap, mulai dari euforia karena menang (winning phase), kemudian masuk ke fase kekalahan dan keinginan balas dendam (losing phase), dilanjut desperation phase. “Keempat, giving up phase, kesadaran akan dampak, mencari bantuan atau semakin terpuruk. Kesadaran gara-gara harta habis atau ditangkap polisi,” sambungnya.