ARTICLE AD BOX

Revolusi Kecerdasan Buatan (AI) bukan lagi wacana masa depan, melainkan realitas yang telah mengubah lanskap peradaban global. Indonesia, dengan populasi digitalnya yang masif, termasuk salah satu negara yang berada di garis depan adopsi teknologi. Namun, di balik antusiasme terhadap berbagai platform AI, tersimpan tantangan fundamental: bagaimana memastikan masyarakat kita tak hanya sekadar konsumen, melainkan pengguna yang cerdas, bijak, berdaya, dan kreatif dalam menyikapi AI.
Empat pilar fundamental ini, meskipun bersifat universal, harus kita wujudkan dengan makna dan implementasi yang khas di Bumi Pertiwi.
1. Pengguna AI yang Cerdas: Memahami Lebih dari Sekadar Sensasi
Kecerdasan dalam konteks AI adalah tentang pemahaman esensial mengenai bagaimana AI bekerja dan apa batasannya. Mengingat keragaman intelektualitas di Indonesia, dari perkotaan hingga pedesaan, definisi "cerdas" perlu disesuaikan.
Bagi mayoritas masyarakat, cerdas berarti mampu memahami bahwa AI belajar dari data, layaknya seorang murid dari buku. Hasil keluarannya—entah itu teks, gambar, atau video—sangat bergantung pada kualitas dan bias data tersebut. Masyarakat perlu tahu bahwa AI bisa keliru, bahkan "berhalusinasi," dan tidak memiliki akal sehat atau perasaan layaknya manusia. Contoh paling sederhana adalah mengapa rekomendasi konten di media sosial kita berbeda dengan orang lain? Karena data yang AI pelajari tentang kita memang unik.
Untuk pelaku UMKM atau profesional, kecerdasan AI berarti memahami fitur-fitur AI yang relevan untuk efisiensi kerja mereka, misalnya bagaimana AI dapat membantu menganalisis tren pasar sederhana atau menciptakan konten promosi dasar. Mereka perlu mengetahui kapasitas alat AI yang digunakan dan kapan ...