ARTICLE AD BOX

Majelis Ulama Indonesia Jawa Timur (MUI Jatim) menanggapi penggantian nama istilah 'Sound Horeg' menjadi 'Sound Karnaval Indonesia'.
Sekretaris MUI Jatim, KH Hasan Ubaidillah, mengatakan dia tidak mempermasalahkan dengan pergantian istilah nama tersebut.
Namun yang perlu disoroti ialah dampak kebisingan yang ditimbulkan dari kegiatan itu hingga mengganggu masyarakat.
"Artinya berganti istilah apa pun Sound Horeg, Sound Festival Indonesia atau sound-sound yang lain selama tingkat kebisingannya, desibelnya itu melampaui batas normal, kalau yang dipersyaratkan WHO 85 desibel itu, ya itu tetap mengganggu ketertiban umum, mengganggu pendengaran secara manusia normal yang menyebabkan gangguan kesehatan itu pokoknya," ujar Hasan saat dikonfirmasi, Minggu (3/8).
Kemudian, kata dia, terkait kegiatan-kegiatan penyerta dari sound horeg yang menimbulkan pelanggaran norma.
"Jadi ketika Sound Festival Indonesia saat ini itu memang ketika desibelnya itu tinggi sekali, kemudian secara umum tontonannya itu masih di sana ada pornografi, pornoaksi, kemudian ada minum-minuman keras, ya itu tetap sebagaimana fatwa MUI itu harus diluruskan dengan standar-standar ya sesuai dengan norma agama, etika dan juga regulasi yang ada begitu," ucapnya.
Ia mengungkapkan, meski istilah tersebut ...