Pencarian Kebenaran di Era Postmodern: Sebuah Lensa Zygmunt Bauman

7 jam yang lalu 3
ARTICLE AD BOX
 Pormadi)Ilustrasi pluralitas kebenaran (Foto: Pormadi)

Era postmodernitas telah mengikis fondasi pemahaman kita tentang kebenaran tunggal. Dulu, kita mungkin percaya ada satu kebenaran universal yang objektif, yang bisa dicapai melalui sains, agama, atau ideologi tertentu.

Namun, kini, lanskap telah berubah. Dalam pusaran modernitas cair yang digagas sosiolog Zygmunt Bauman, kebenaran tidak lagi solid, melainkan menjadi sesuatu yang fluid, kontekstual, dan seringkali memiliki logikanya sendiri.

Opini ini akan mengulas bagaimana setiap klaim kebenaran, bahkan yang paling kontradiktif sekalipun, memiliki rasionalitas internalnya sendiri, dan bagaimana fenomena ini terwujud dalam realitas Indonesia.

Posmodernitas: Senja Kala Meta-Narasi dan Lahirnya Pluralitas Kebenaran

Postmodernitas menandai berakhirnya dominasi meta-narasi, yaitu cerita-cerita besar yang mengeklaim menjelaskan seluruh aspek kehidupan dan menawarkan satu kebenaran absolut. Filsuf Jean-François Lyotard menyebutnya sebagai "ketidakpercayaan terhadap meta-narasi."

Dalam The Postmodern Condition, Lyotard (1984) menyatakan, The computerization of society has made the 'data bank' into the contemporary mode of universality. The old principle that the acquisition of knowledge is indissociable from the formation of minds, or even of subjects, is becoming obsolete. Kutipan ini, meskipun menyoroti teknologi, secara implisit menunjukkan bagaimana pengetahuan, dan dengan itu kebenaran, telah beralih dari narasi besar ke data terfragmentasi.

Sains, agama, dan ideologi politik kini tak lagi dilihat sebagai cermin realitas murni, melainkan sebagai konstruksi sosial yang sarat kepentingan dan asumsi tersembunyi. Konsekuensinya, klaim kebenaran tak lagi dipandang sebagai refleksi objek...

Baca Selengkapnya