ARTICLE AD BOX

Maskapai penerbangan terbesar Australia, Qantas Airways, dijatuhi denda sebesar 90 juta dolar Australia (sekitar Rp 957 miliar), setelah terbukti melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) ilegal terhadap lebih dari 1.800 staf darat pada awal pandemi COVID-19.
Putusan ini dibacakan Senin (12/8) oleh Hakim Federal Australia, Michael Lee, yang menyebut kasus ini sebagai “pelanggaran hukum ketenagakerjaan terbesar dan paling signifikan dalam sejarah 120 tahun Qantas”.

Dilansir ABC News, pemutusan hubungan kerja tersebut terjadi pada akhir 2020, ketika 1.821 petugas bagasi dan pembersih bandara dirumahkan demi efisiensi. Pihak maskapai beralasan langkah tersebut dapat menghemat anggaran sekitar 125 juta dolar Amerika Serikat (AS), atau setara Rp 1,3 triliun per tahun.
Namun, pengadilan menilai tindakan tersebut melanggar hukum ketenagakerjaan. Sebelumnya, Qantas juga telah sepakat membayar kompensasi sekitar 120 juta dolar AS atau Rp 1,27 triliun kepada para mantan pegawai, setelah banding mereka ditolak oleh Mahkamah Tinggi Australia.
