ARTICLE AD BOX

Direktur Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas (PUSaKO), Charles Simabura, menilai bahwa Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) membawa ancaman bagi keberlanjutan dan eksistensi pemberantasan korupsi.
"Nah, konteksnya hari ini adalah bagaimana kita memandang RUU KUHAP yang ada itu, bahasa kita itu mengancam keberlanjutan eksistensi pemberantasan korupsi, terutama yang digawangi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi," ujar Charles dalam diskusi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (31/7).
Adapun KPK mencatat setidaknya ada 17 poin yang dinilai bermasalah dan kontradiktif dengan tugas dan kewenangan KPK selama ini.
Permasalahan serupa juga ditemui oleh Koalisi Masyarakat Sipil terkait potensi pelemahan KPK jika RKUHAP nantinya disahkan oleh pemerintah dan DPR selaku pembentuk undang-undang.
"Kita enggak mau pemerintah hari ini kemudian tidak punya komitmen untuk itu. Apalagi kemudian pembentuk undang-undang, dalam hal ini pemerintah dan DPR kan sudah berulang kali mengatakan perlu dilakukan harmonisasi terkait rumusan materi KUHAP," ucap dia.
"Terutama terkait dengan pidana-pidana khusus. Nah, hari ini khususnya terkait dengan pemberantasan korupsi," imbuhnya.

Dalam kesempatan itu, Charles menyampaikan harapannya agar asas lex specialis dalam UU KPK tetap diakui keberadaannya di dalam RKUHAP.
"Harmonisasi yang kami maksud itu bagaimana kekhususan-kekhususan yang ada di dalam hukum acara yang diatur baik dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi kita maupun juga dalam Undang...